Selasa, 23 Juni 2015

Tugas Pertemuan 11 ( Industrialisasi di Indonesia )



INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
    Dari jumlah penduduk indonesia termasuk negara sedang berkembang terbesar ketiga setelah india dan cina. Namun diluar dari segi industrialisasi indonesia dapat dikatakan baru mulai, salah satu indikator dari industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP (gross domestic product). Dari ukuran ini sektor industri di indonesia sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain adalah besarnya nilai tambah yang dihasilkan sektor industri dan nilai tambah perkapita.
    Dari segi ukuran  mutlak sektor industri diindonesia masih sangat kecil, bahkan kalah dengan negara-negara kecil di Asia seperti Singapura, Hongkong dan tawan. Secara perkapita nilai tambah sektor industri termasuk yang paling rendah di Asia. Indikator lain tingkat industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan prosentase produksi listrik yang digunakan oleh sektor industri. Di indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari tinggkat yang rendah ini hanya sebagian kecil digunakan oleh konsumen industri.
   Keadaan sektor industri selama tahun 1950 an dan 1960 an pada umumnya tidak menggembirakan karna iklim politik pada waktu itu yang tidak menentu. Kebijakan perindustrian selama awal tahun 1960 an mencerminkan filsafat proteksionalisme dan etatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan produksi. Sehingga sektor produksi praktis tidak berkembang ( stagnasi ). Selain itu juga disebabkan karna kelangkaan modal dan tenaga kerja ahli yang memadai .
   Perkembangan sektor industri mengalami kemajuan yang cukup mengesankan pada masa PJPI hal ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha, tenaga kerja yang diserap, nilai keluaran yang dihasilkan, sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta pertumbuhannya sampai terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
1.  FAKTOR-FAKTOR PEMBANGKIT DAN PENGHAMBAT INDUSTRI DIINDONESIA
A.   Pembangkit.
Ada beberapa faktor yang dapat membangkitkan perindustrian diindonesi, diantaranya adalah :
1.  Struktur organisasi
Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor. Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.

2.  Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids.

3.  Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

B. Penghambat

          Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah :
1.      Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan kemampuan produksi.
2.       Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
3.       Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi
2.  SUMBER-SUMBER PEMGHEMATAN DAN KEUNTUNGAN INDUSTRI

1. Proteksi dan pola indutrialisasi di Indonesia
Kebijaksanaan proteksionisme di Indonesia terutama mangandalkan diri pada tarif  bea masuk yang tinggi dan pembatasan kuantitatif  berupa larangan total atas impor barang-barang tertentu, seperti kendaraan-kendaraan bermotor dan barang-barang elektronika. Dalam hal-hal dimana kapasitas domestik suatu industri dianggap sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah Indonesia juga berkecenderungan untuk mengeluarkan larangan total atas impor. Sejak neraca pembayaran Indonesia mengalami deficit yang besar dalam transaksi berjalannya. ada tahun 1982-1983 , maka hambatan-hambatan atas impor barang-barang jadi telah bertambah lagi.  Apa dampaknya dari kebijaksanaan proteksionistis atas perkembangan sektor industri di Indonesia ? Di satu pihak adanya hambatan impor atas berbagai barang impor telah mendorong banyak investasi, di cabang- cabang industry yang menikmati proteksi tersebut. Malahan banyak investor asing pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an justru tertarik untuk menanamkan modal mereka di Indonesia untuk menghindarkan diri dari hambatan-hambatan impor yang dikenakan terhadap barang-barang mereka yang sebelumnya diekspor ke Indonesia. Di berbagai cabang industry yang menikmati proteksi rupanya telah terjadi “kelebihan investasi” (over- investment), sehingga cabang-cabang industri ini kemudian manghadapi masalah kelebihan kapasitas yang cukup gawat, yang tidak memungkinkan industry-industri ini untuk menarik manfaat dari skala ekonomi (economic of scale) (penurunan dalam biaya rata-rata jangka panjang jika tingkat produksi ditingkatkan). Disamping ini proteksi yang diberikan kepada berbagai cabang industri tidak memberikan dorongan kepada para industriawan untuk mencapai tingkat efisiensi operasional yang tinggi. Artinya, menekan biaya rata-rata sampai tingkat yang serendah mungkin. Dampak lain dari kebijaksanaan proteksinistis atas perkembangan sektor industri Indonesia adalah terjadinya alokasi sumber-sumber daya produktif yang kurang efisien. Dengan ini diartikan bahwa sumber daya produktif justru mengalir ke bidang-bidang di mana Indonesia justru tidak atau belum mempunyai kenunggulan komparatif, yaitu industri-industri yang menghasilkan barang-barang yang padat modal. Di lain pihak produksi-produksi barang-barang di Indonesia justru mempunyai keunggulan komparatif yang lebih besar, yaitu barang-barang padat karya tetapi kurang mandapat rangsangan yang memadai. Dengan kata lain, kebijaksanaan protrksionistis di Indonesia telah banyak mendorong produksi barang-barang yang dapat menggantikan barang-barang impor, sedangkan barang-barang jadi yang dapat diekspor kurang atau tidak mendapat rangsangan sama sekali.  Dengan tingkat proteksi efektif yang akan mencapai beberapa ratus persen bagi berbagai barang konsumsi bertahan lama, seperti kendaraan bermotor, maka tidak mengherankan bahwa cabang-cabang industry yang menghasilkan jenis-jenis barang jadi ini sebenarnya menghasilkan nilai tambah yang negative jika di ukur dengan harga internasional. Hel ini berarti bahwa pembuatan barang-barang tersebut akan memerlukan banyak devisa daripada jika barang-barang tersebut diimpor dalam bentuk utuh. Dengan demikian maka timbul suatu struktur industry yang kurang efisien dan yang menghasilkan barang-barang jadi dengan biaya-biaya yang tinggi dengan mutu yang kurang memadai. Dengan pasaran dalam negeri yang dilindungi ketat terhadap saingan impor menjadikan para industriawan tidak termotivasi untuk meningkatkan produktivitas dan memperbaiki mutu barang-barang mereka.
2. Promosi Ekspor


Melonjaknya harga minyak pada tahun 1970-an memungkinkan pemerintah menerapkan tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan pasar dan menyalurkan kredit dengan suku bunga rendah pada sector prioritas. Di topang oleh bantuan luar negeri dan melonjaknya penerimaan negara dari minyak dan gas, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan neraca pembayaran yang relative sehat sejak tahun 1973. Pengeluaran pemerintah yang dibiayai pendapatan migas menjadi mesin utama pertumbuhan untuk keseluruhan perekonomian. Ekspor miugas pun menyumbang sebagian besar devisa. Pendapatan adri migas memungkinkan Indonesia untuk membangun dasar industri, baik industri hulu maupun industri strategis. Banyak di antaranya merupakan bada usaha milik negara sperti baja, semen, dan pupuk. Inisiatif pemerintah untuk membangun industri berat dicerminkan oleh kenaikan tajam dalam pangsa barabg-barabg logam dan produksi pengolahan industri berat antara tahun 1975-1980.

3. Teknologi
Indonesia sebagai negara yang berkembang harus mengejar ketertinggalan teknologi lewat industri berteknologi tinggi yang terpilih. Namun, tidak salah pula jika kita memerlukan adanya visi efisiensi dalam proses transformasi teknologi. Teknoekonomi merupakan merupakan suatu kemampuan memanfaatkan teknologi secara efisien dan efektif. Kemampuannya mencakup kemampuan memilih teknologi, mengoperasikan proses, menghasilkan barang dan jasa, serta mengelola perubahan. Perubahan pada paradigma teknoekonomi memunculkan system teknologi yang baru dan menimbulkan pengaruh yang menyeluruh pada semua sisi perekonomian. Perubahan pada paradigma teknoekonomi akan menimbulkan produk baru dan proses teknologi baru pada sebuah bentuk industri baru. Perubahan demikian menyebabkan perubahan pada struktur biaya input, produksi, serta distribusi pada perekonomian secara keseluruhan. Sehingga dengan adanya teknologi akan menghemat biaya-biaya proses produksi dalam industri. Keuntungan-keuntungan industri :

1.       Merubah keaadaan yang serba bergantung pada luar negeri, untuk menjadikan ekonominya lebih self sufficient. Sebab umumnya negara-negara tersebut masih memiliki struktur ekonomi yang berat sebelah, yaitu merupakan negara agraris, yang sekaligus merupakan ekonomi ekspor. Kekayaan-kekayaan alam yang mereka miliki dengan berbagai hasil tambangnya, kesuburan tanah yang menghasilkan berbagai hasil pertanian, sebagian besar belum mampu mengolah sendiri sehingga harus dijual ke luar negeri. Begitu pula segala kebutuhan barang-barang sampai beras yang merupakan hasil pertanian juga masih harus diimpor. Lebih-lebih peralatan-peralatan modal untuk memajukan industrinya, alat-alat transport dan sebagainya, yang belum mampu dibuat sendiri jelas harus diimpor. Dengan keadaan yang demikian negara tersebut dalam keadaan yang sangat lemah, dilihat dari segi ekspor maupun impor.
2.      Dengan industrialisasi diharapkan dapat meningkatkan produktifitas tenaga    kerja, dengan mempergunakan teknologi yang lebih modern.
3.  Menambah lapangan-lapangan kerja baru untuk memperkecil jumlah  pengangguran.
4.  Dari segi neraca pembayaran, dimaksudkan agar secepatnya dapat memperbaiki neraca pembayaran yang selalu defisit. Maksudnya sekalipun dalam jangka pendek adanya industrialisasi terpaksa banyak mengimpor mesin-mesin, alat-alat transport, sehingga memerlukan devisa yang sangat besar, tetapi lama-kelamaan diharapkan adanya industry-industri substitusi impor akan mengurangi devisa yang kita butuhkan sebaliknya kita mampu memperbesar ekspor kita

Referensi : https://id.wikipedia.org/wiki/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar