Kamis, 25 Juni 2015

Tugas pertemuan 2 ( SEJARAH EKONOMI INDONESIA )



SEJARAH EKONOMI INDONESIA

1.     Periode Pra Kolonialisme
Yang dimaksud dengan periode Pra-Kolonialisme adalah masa – masa berdirinya kerajaan –kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke – 5) ampai sebelum masa masuknya penjajah yang secara sistematis menguasai kekuatan ekonomi dan politik di wilayah nusantara (sekitar abad k-15 sampai 17). Pada masa itu RI belum berdiri. Daerah – daerah umumnya dipimpin oleh kerajaan – kerajaan.
Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam system perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau Impor.logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaankerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia.



Dengan kata lain, system pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama perekonomian adalah:
– .Pertanian, umumnya monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah–rempah di Maluku.
– .Eksplorasi hasil alam, misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
– .Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa yang sangat mengandalkan jalur laut.
Kerajaan-kerajaan besar yang pernah muncul dalam sejarah Inonesia diantaranya seperti Sriwijaya (abad ke-8), Majapahit (abad ke 13-15) maupun Banten (abad ke 17-18) merupakan kerajaan –kerajaan yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi diatas.
Referensi
2.     Sistem Monopoli VOC

Dengan berbagai cara VOC berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia serta pelabuhan-pelabuhan penting. Kecuali itu, juga berusaha memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Bagaimana VOC menjalankan usahanya tersebut? Pertama-tama berusaha menguasai salah satu pelabuhan penting, yang akan dijadikan pusat VOC. Untuk keperluan tersebut ia mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai adipati di Jayakarta.

3. Monopoli perdagangan VOC di Indonesia
Mula-mula VOC mendapat izin dari Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Tetapi ketika gubernur jenderal dijabat oleh J.P. Coen, Pangeran Wijayakrama diserangnya. Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta, J.P. Coen membangun sebuah kota baru. Kota baru itu diberinya nama Batavia. Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang kemudian menjadi pusat VOC.
Setelah memiliki sebuah kota sebagai pusatnya, maka kedudukan VOC makin kuat. Usaha untuk menguasai kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan penting ditingkatkan. Cara melakukannya dengan politik dividi et impera atau politik mengadu domba. Mengadu dombakan sesama bangsa Indonesia atau antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Tujuannya agar kerajaan-kerajaan di Indonesia menjadi lemah, sehingga mudah dikuasainya. VOC juga sering ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, ia memaksakan monopoli, terutama di Maluku. Dalam usahanya melaksanakan monopoli, VOC menetapkan beberapa peraturan, yaitu sebagai berikut :
1.     Rakyat Maluku dilarang menjual rempah-rempah selain kepada VOC.
2.      Jumlah tanaman rempah-rempah ditentukan oleh VOC.
3.     Tempat menanam rempah-rempah juga ditentukan oleh VOC.

Agar pelaksanaan monopoli tersebut benar-benar ditaati oleh rakyat, VOC mengadakan Pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi ialah patroli dengan perahu kora-kora, yang dilengkapi dengan senjata, untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku. Bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut di atas, maka pelanggarnya dijatuhi hukuman.
Hukuman terhadap para pelanggar peraturan monopoli disebut ekstirpasi. Hukuman itu berupa pembinasaan tanaman rempah-rempah milik petani yang melanggar monopoli, dan pemiliknya disiksa atau bisa-bisa dibunuh.
Bukan main kejamnya tindakan VOC waktu itu. Akibatnya penderitaan rakyat memuncak. Puluhan ribu batang tanaman pala dan cengkih dibinasakan. Ribuan rakyat disiksa, dibunuh atau dijadikan budak. Ribuan pula rakyat yang melarikan diri meninggalkan kampung halamannya, karena ngeri melihat kekejaman Belanda.
Tidak sedikit yang meninggal di hutan atau gunung karena kelaparan. Tanah milik rakyat yang ditinggalkan, oleh VOC dibagi-bagikan kepada pegawainya. Karena kekejaman tersebut maka timbulah perlawanan di berbagai daerah.

3.     SISTEM TANAM PAKSA “CULTUURSTELSEL”

    A. Istilah Tanam Paksa menurut Van den Bosch.
Sistem pajak tanah yang mengalami kegagalan dan tidak berhasil meningkatkan produksi ekspor, mendorong pemerintah Belanda mencari sistem baru untuk menutup keadaan keuangan negerinya yang parah akibat perang. Gagasan baru yang dicetuskan oleh Gubernur Jendral Johannes Van den Bosch dinamakan sistem tanam paksa (cultuurstelsel). Pada hakekatnya, sistem ini merupakan pemulihan sistem eksploitasi berupa pengerahan-pengerahan wajib yang pernah dilakukan VOC. Peraturan ini dikeluarkan pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Sistem tanam paksa ini mengharuskan rakyat Jawa untuk membayar mereka dalam bentuk barang. Van den Bosch mengharapkan pembayaran pajak dalam bentuk natura. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan tanaman dagang yang dapat dikirim ke Belanda untuk dipasarkan.Van den Bosch mengadakan sistem yang memaksa penduduk tani untuk menanam tanaman perdagangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah sistem pertanian sawah tradisional menjadi pertanian perdagangan. Dengan demikian kekuasaan pemilik-pemilik sawah berkurang tetapi kekuasaan kepala desa bertambah karena mereka dipakai Belanda untuk membantu menjalankan sistem pertanian barat.
Pada masa tanam paksa, rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor pada tanah-tanah mereka sendiri, sedangkan rodi serta pekerjaan tanam paksa hanya diwajibkan bagi penanaman kopi. Sebagai upah atas penanaman itu tidaklah diberikan uang tapi diberikan pembebasan dari kewajiban membayar pajak tanah yang sangat berat. Jadi dengan demikian, maka pajak itu tidak dipungut dalam uang, melainkan berupa in natura. Pajak berupa in natura digunakan, karena mengingat ekonomi uang di pedalaman Jawa belum berkembang.
    B. Pertentangan Tanam Paksa oleh Orang Belanda
Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai gencar dilakukan akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an diGrobogan, Demak, Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadappribumi. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastramunculMultatuli(Eduard Douwes Dekker), di lapanganjurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell.
1.     Kritik Kaum Liberal
Usaha kaum liberal di Belanda agar tanam taksa dihapuskan telah berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria,Agrarische Wet. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan tanam paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.
Gerakan liberal di Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.
UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanamitanaman kerassepertikaret,teh,kopi,kelapa sawit, nila, atau untuktanaman semusimsepertitebudantembakaudalam bentuk sewa jangka pendek.
2.     Kritik Kaum Humanis
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanisBelanda. Seorang Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker (1820–1887) mengarang bukuMax Havelaar (1860) atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat tanam paksa dalam kisah Saijah dan Adinda. Dalam bukunya Douwes Dekker menggunakan nama samaranMultatuli artinya “aku telah banyak menderita”. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
Eduard Douwes Dekker, pejabat Belanda yang pernah menjadi Asisten Residen di Banten. Ia iba akan penderitaan pribumi akibat tanam paksa.
Seorang anggota Raad van Indie,C. Th van Deventer membuat tulisan berjudulEen Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.
3.     Baron van Hoevell (1812–1870)
Baron van Hoevell
Ia adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa. Ia sering melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam paksa. Setelah pulang ke Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen, ia semakin gigih berjuang dan menuntut agar tanam paksa dihapuskan.
4.     Fransen van der Putte (1822-1902)
Fransen van der Putte
Dia yang menulis ‘Suiker Contracten’ sebagai bentuk protes terhadap kegiatan tanam paksa.
    C. Peranan Bupati dalam Tanam Paksa
Pada masa pemerintahan Van den Bosch, posisi dan peranan bupati sama seperti sebelum Inggris masuk ke Indonesia, hanya saja posisi bupati sebagai pegawai tidak bisa dihilangkan karena Van den Bosch menerapkan system tanam paksa atau cultuurstelsel. Setelah Inggris keluar dari Indonesia, semua penguasa feudal tidak lagi mempunyai kekuasaan penuh tetapi seolah-olah mereka mempunyai seorang pegawai sipil yang sederajat dengan para bupati. Proses feodalisasi ini juga berakibat dalam hubungan penguasa pusat dan penguasa daerah.
Van den Bosch mempunyai tugas yang sangat berat yaitu membantu melunasi hutang-hutang negara, maka pada tahun 1830 Van den Bosch ditugaskan untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang tidak terjadi di dalam sistem pajak tanah. Ciri utama dari pemerintahan Van den Bosch adalah keharusan dari rakyat untuk menanam tanaman tertentu. Petani pada saat itu dipaksa untuk menyerahkan hasil tanaman itu kepada pemerintah Belanda. Di dalam menerapkan sistem tanam paksa ini Van den Bosch mengharuskan rakyat Parahiyangan untuk menanam kopi. Bupati pada masa itu hanya ditugaskan untuk mengawasi dan para bupati tersebut akan diberikan gaji.
Hakikat dari cultuurstelsel adalah penduduk yang harus membayar tanah sekaligus sebagai penyedia hasil tanah tersebut, yang harganya setara dengan pajak tanah. Hal ini mengakibatkan posisi para bupati dikembalikan ke posisinya yang terdahulu, hal ini bertujuan menggerakkan rakyat, memperbesar produksi hasil bumi dan menjalankan pekerjaan yang diminta oleh pemerintah. Meskipun posisinya sedikit berbeda dari yang dahulu tetapi para bupati tersebut tetap diawasi oleh pemerintah dan dijadikan sebagai pegawai Belanda. Dalam hal ini secara tidak langsung, Van den Bosch telah menyerahkan pemerintahannya melalui para bupati itu.
Van Den Bosch beranggapan bahwa ia perlu menghormati para bupati karena sistem cultuurstelsel telah menjadikan para bupati tersebut sebagai pelaksana dari sistem ini dan juga para bupati ditugaskan untuk mengawasi para pribumi. Akan tetapi dari hal tersebut para bupati banyak yang menyelewengkan hasil yang disetor untuk pemerintah Belanda sehingga rakyat pribumi semakin menderita. Dengan adanya sistem tanam paksa ini kekuasaan para bupati semakin bertambah.
Pada awalnya pemerintah kolonial hanyalah menuntut para bupati untuk mengakui mereka dengan jaminan para bupati itu harus menjual hasil bumi tertentu kepada pemerintah kolonial. Akibatnya para bupati dilarang untuk melakukan hubungan politik dalam perdagangan. Sebagai objek dalam kekuasaannya dan tidak mempunyai kekuatan, para bupati menerima tuntutan itu, asalkan kekuasaan mereka tetap seperti dahulu. Bahkan pemerintah kolonial membiarkan para bupati untuk tetap memiliki hak-hak istimewa mereka. Para bupati seakan-akan mendapat perlindungan dari pemerintah kolonial, maka dari itu para bupati memilki otoritas yang penuh dan memerintah daerahnya secara otoriter. Bahkan sistem pemerintahan dan gaya hidup bupati pada masa Van den Bosch tetap seperti raja-raja Jawa, cara mereka berpakaian pun sudah mengikuti tatacara keraton. Para bupati tersebut banyak berpengaruh di dalam kelangsungan hidup dari pemerintah kolonial yaitu bupati lah yang menyerahkan sendiri hasil tanaman wajib kepada pemerintah kolonial.
Tugas bupati pada saat pemerintahan Van den Bosch yaitu :
1.     Melaksanakan penanaman kopi,kapas, nila dan lain-lain;
2.     Setiap tahun harus menyerahkan hasil panen kepada pemerintah kolonial;
3.     Bertanggung jawab atas jumlah hasil panen dan menyerahkan hasil panen tersebut;
4.     Memelihara keamanan dan ketertiban di daerah yang diperintahnya;
5.     Melaksanakan sensus penduduk setiap tahunnya.
Politik yang dijalankan Van den Bosch berhasil,  para bupati berusaha untuk menggerakkan rakyat untuk menanam tanaman wajib. Untuk menjamin bahwa para bupati melaksanakan tugas mereka dengan baik, maka pemerintah kolonial memberikan mereka  tambahan finansial yang disebut cultuurprocenten, yang diberikan kepada para bupati disamping mereka menerima gaji setiap bulannya. Cultuurprocenten adalah presentase tertentu dari jumlah penjualan tanaman ekspor yang diberikan oleh para bupati jika mereka mencapai target produksi yang dibebankan.
Akan tetapi sistem yang dilaksanakan oleh Van den Bosch sangat merugikan rakyat pribumi. Hal ini berbanding terbalik dengan para bupati yang diuntungkan oleh pemerintahan kolonial karena para bupati dapat memperoleh hak-hak mereka kembali sebagai bupati meskipun mereka harus dijadikan pegawai pemerintah kolonial dan mendapat gaji. Sistem tanam paksa sangat menguntungkan pemerintah kolonial serta posisi dan peranan bupati juga sangat penting bagi pemerintah kolonial.
Sebutan untuk para bupati ini bermacam-macam, ada Adipati, Tumenggung, Residen, Menak dan Sentana (di Jawa Barat). Orang-orang Barat sendiri menyebut mereka dengan Regent.
   D. Jenis Tanaman Yang Harus Ditanam Petani dalam Tanam Paksa
Apabila ditinjau dari luas tanah, tanah yang disediakan untuk tanam paksa diambil sebagai presentase dari seluruh luas tanah pertanian di Jawa, tidak begitu besar. Di daerah penanaman gula di Jawa luas tanah seluruhnya berjumlah 483.000 bahu, kurang lebih 40.500 bahu digunakan untuk penanaman gula. Tanah sawah yang disediakan untuk penanaman gula hanya merupakan 1/12 dari seluruh tanah rakyat di daerah gula di Jawa. Tanah yang digarap untuk tanaman kopi hanya sebagian kecil saja untuk seluruh Jawa hanya 6% (tahun 1840) dan 4% (tahun 1850). Angka tertinggi untuk Bagelen dan Pekalongan 15% dari tanahnya untuk tanaman kopi. Angka invetasi tenaga kerja sangat besar. Van Niel memperkirakan pada tahun 1837 – 1851 lebih dari 70%. Keluarga petani menghasilkan komoditi ekspor, lebih dari separuhnya untuk kopi. Dikebanyakan tempat kopi benar-benar merupakan hasil terbesar, tapi di Pekalongan, Tegal, Jepara, Madiun, Pasuruan, dan Surabaya yang jadi komoditi utama adalah gula.
Tanaman yang dipaksakan pada sistem ini digolongan menjadi dua kategori, yaitu tanaman tahunan yang dapat ditanam di sawah bergiliran dengan padi, seperti tebu, nila, tembakau. Tanaman yang kedua adalah tanaman keras yaitu tanaman yang berumur panjang, seperti kopi, teh, lada serta kayu manis.
Tanaman terpenting yang ditanam selama sistem tanam paksa adalah kopi. Kopi merupakan komoditi yang selalu sangat menguntungkan dan komoditi ini merupakan jenis komoditi terakhir yang dihapus ketikacultursteelsel berakhir. Selain kopi ada dua komoditi lain yaitu gula dan nila, pentingnya ketiga tanaman ini tidak hanya dari luas tanah yang disediakan tetapi juga dari jumlah orang yang terlibat dalam penanaman. Terdapat suatu perbedaan dalam dampak dari penanaman kopi daripada tanaman gula dan nila. Jika kopi ditanam di tanah yang belum digarap oleh rakyat untuk pertanian, maka gula dan nila yang ditanam di tanah yang belum pernah digarap itu. Dengan demikian maka secara relatif penanaman kopi membawa pengaruh begitu mendalam atas kehidupan masyarakat petani dibanding dengan penanaman gula dan nila.
Tanaman dagangan utama dalam sistem tanam paksa adalah gula dan kopi. Jika dilihat dari luas tanah yang diperlukan untuk penanaman kedua tanaman ini, jumlah tenaga yang dipekerjakan, laba yang diperoleh dari penjualan kedua tanaman ini di pasaran ekspor, dan dampak atas masyarakat petani di Jawa. Gula merupakan tanaman musiman, dan kopi merupakan tanaman tahunan, maka kedua tanaman ini merupakan contoh yang baik sekali untuk meneliti sampai seberapa jauh terdapat perbedaan antara dampak tanaman ini atas masyarakat petani. Seperti halnya padi, maka gula memerlukan tanah yang diirigasi, dengan demikian dapat dimengerti bila tanah sawah digunakan penanam tebu. Para pemilik sawah harus menyerahkan sebagian dari sawah-sawahnya untuk penanaman tebu menurut skema rotasi tertentu dengan penanaman padi. Untuk setiap desa ditentukan bagian luas tanah yang harus diserahkan untuk penanaman tebu. Disamping itu, penduduk desa diharuskan melakukan pekerjaan wajib seperti menanam, memotong, mengangkut tebu ke pabrik-pabrik gula dan bekerja di pabrik tersebut. Pengerahan tenaga untuk mengerjakan tanam paksa tidak jarang melampaui batas seperti misalnya rakyat diperintahkan untuk  pergi jauh dari desanya untuk mengerjakan tanaman kopi di daerah yang baru dibuka. Sedang penanaman tebu membawa beban yang sangat berat bagi rakyat karena menuntut pengolahan tanah yang intensif, pengairan, dan pemeliharaan. Tetapi ada segi positifnya ketika waktu panen datang meskipun banyak makan waktu dan tenaga, tetapi dari hal itu industri gula banyak menciptakan kesempatan kerja dan rakyat memperoleh tambahan pendapatan.
Dalam lingkungan tradisional, tenaga rakyat pedesaan terserap dalam berbagai ikatan, baik dari desa maupun yang feodal. Permintaan akan tenaga bebas baru timbul dengan adanya pendirian pabrik-pabrik tempat memproses hasil tanaman terutama tebu. Pada awalnya industri gula mengalami banyak kesulitan antara lain soal transportasi yang terasa amat membebani rakyat bila harus memikulnya. Pemerintah Hindia-Belanda terpaksa menaikan harga jual agar pemilik pabrik bersedia mengusahakan sendiri pengangkutan lewat pasar bebas. Disinilah mulai dibuka lapangan pekerjaan bebas bagi rakyat antara lain dengan menyewakan pedati, menjadi buruh di pabrik, dan sebagainya. Pembayaran plantloon(upah tanam) dapat dipandang sebagai penukaran tenaga dengan uang, suatu langkah pembebasan tenaga dari ikatan tradisional.
   E. Pandangan Van Hoevell Terhadap Kebijakan Tanam Paksa
Dalam Reis over Java, Madura en Bali, in het midden van 1847, van Hoevell memberikan perhatian pada penanaman paksa, monopoli garam pemerintah dan kurangnya perhatian pemerintah pada pertanian asli. Mengenai sewa tanah, van Hoevell mengamati dengan tepat bahwa kepercayaan akan suatu desa dibebaskan dari sewa tanah hanya dengan menanami seperlima tanah dengan tanaman dagang ekspor adalah suatu penafsiran keliru.
Sudah jelas bahwa, van Hoevell sangat menentang sistem tanam paksa ini, ia menganggap bahwa pemerintah Belanda sudah keterlaluan dalam mengeksploitasi pribumi demi kepentingan sendiri. Ia mengecam tindakan ini dengan sangat keras, terutama ketika ia masuk ke dalam parlemen. Ia menuntut pemerintah Belanda memperhatikan kesejahteraan pribumi, atau bisa dikatakan politik etis (balas budi). Meskipun ia menentang sistem tanam paksa ini, ia sadar bahwa di sisi lain, di beberapa daerah kemakmuran rakyat pribumi sudah tercapai ketika penerapan sistem ini. Meski begitu, hanya beberapa daerah saja, tidak semuanya mengalami hal tersebut.
   F. Keuntungan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia (1830-1870) bagi Belanda dapat menghapuskan hutang-hutang internasionalnya, bahkan menjadikannya sebagai pusat perdagangan dunia untuk komoditi tropis. Dari pernyataan tersebut kita dapat mengetahui betapa pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia ini telah memberikan keuntungan yang melimpah bagi Belanda, namun tidak halnya bagi masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, sistem tanam paksa telah menimbulkan berbagai akibat pada masyarakat pedesaan utamanya berkaitan dengan hak kepemilikan tanah dan ketenagakerjaan. Meskipun demikian, pelaksaan sistem tanam paksa sedikit banyak juga telah memberikan nilai-nilai positif bagi masyarakat di pedesaan.
Dalam tanam paksa, jenis tanaman wajib yang diperintahkan untuk ditanam adalah kopi, tebu, dan indigo. Dengan diperkenalkannya tanaman-tanaman ekspor ini maka masyarakat dapat mengetahui tanaman apa saja yang bernilai jual tinggi di pasaran internasional. Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat tradisional tentang tanaman ekspor, maka tentunya etos kerja masyarakat akan mengalami peningkatan. Sistem tanam paksa dapat diibaratkan sebagai 1 keping uang logam, disatu sisi pelaksanannya telah memunculkan satu kerugian bagi masyarakat pedesaan Indonesia, namun disisi lain sistem tanam paksa juga memberikan dampak positif bagi   masyarakat Indonesia.
Dampak positif dari sistem tanam paksa itu sendiri dapat dijabarkan sebagaimana berikut:
1.     Belanda memerintahkan rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai jual untuk diekspor Belanda. Dengan ini rakyat mulai mengenal tanaman ekspor seperti kopi, nila, lada, dan tebu;
2.     Diperkenalkannya mata uang secara besar-besaran sampai lapisan terbawah masyarakat Jawa;
3.     Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup masyarakat Indonesia, melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri, tetapi hal ini menciptakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang;
4.     Berkembangnya industialisasi di pedesaan.
Keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh sistem tanam paksa ini terjadi di beberapa daerah, misalnya:
1.     Pasuruan, laporan dari residen menyatakan bahwa ada peningkatan perdagangan lokal, peningkatan peredaran uang, laba besar yang diperoleh dari budidaya yang dipaksakan, meluasnya kesempatan kerja, penyempurnaan sarana perumahan dan sandang, masuknya pajak secara penuh dan dalam waktu singkat dan aneka indikator mengenai munculnya wiraswasta pribumi.
2.     Besuki, adanya kemakmuran penduduk yang terus meningkat, sejumlah uang beredar dalam jumlah yang cukup banyak sebagai akibat dari pembayaran tenaga kerja, begitu juga di Surabaya.
3.     Kedu, Bagelen, Kediri dan Madiun, terjadi peningkatan ekonomi serta kesejahteraan.
4.     Cirebon, mengalami kemakmuran yang luar biasa, meski juga terjadi kelaparan
5.     Semarang, pada 1851, setelah pulihnya bahaya kelaparan tahun 1840-an akan menjadi karesidenan termakmur.
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, Saiful. 2005. Sejarah Perekonomian. Surakarta: UNS Press
Ivan. 2012. Sistem Tanam Paksa dan Dampaknya, dalam http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2012/09/sistem-tanam-paksa-dan-dampaknya.html, diakses pada 7 Desember 2013

4.Pengertian Sistem Ekonomi Kapitalis       
    Kapitalis berasal dari kata capital, secara sederhana dapat diartikan sebagai ‘modal’. Didalam sistem kapitalis, kekuasaan tertinggi dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik modal dalam suatu perusahaan merupakan para pemegang saham.
Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.
Sistem perekonomian kapitalis merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas
Tokoh yang mempopulerkan sistem ekonomi Kapitalis adalah Adam Smith. Bukunya yang terkenal berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation. Adam Smith menyatakan bahwa “perekonomian akan berjalan dengan baik apabila pengaturannya diserahkan kepada mekanisme pasar atau mekanisme harga”. Teori ini kemudian dikenal dengan sebutan The Invisible Hands. Sistem ekonomi Kapitalis merupakan suatu tata cara pengaturan kehidupan perekonomian yang didasarkan kepada Mekanisme pasar yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran suatu barang yang kegiatannya tergantung pada kekuatan modal yang dimiliki oleh setiap individu.

2.2. Lahirnya Ekonomi Kapitalis
            Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah topik menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai sebuah solusi untuk melakukan pembangunan di negara terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan pemikiran Frank dengan teori depensasinya.Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu pada model yaang dikenal oleh Adam Smith.
       Menurut A Smith, pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja, pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan mode produksi menjadi sektor pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda.
Inti pemikiran Adam Smith adalah bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan pemerintah dan perdagangan bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui tangan- tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga kerja, pedagang bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya, karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya pemerintah harus menjadi penoton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan. Tangan- tangan tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana semua bekerja secara adil, secara fair.
       Kenyataan yang terjadi dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan produktivitas yang dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar
            Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumber daya vital dan menggunakannya untuk keuntungan maksimal.Maksimalisasi keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah.
Kapitalisme pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang merupakan penghasil barang mentah terutama dalam sektor pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil, dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem perdagangan menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang memerlukan spesialisasi tenaga kerja.
     Kapitalisme yang menitikberatkan pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja padaa negara pinggiran merupakan keuntugan bagi negara pusat untuk melakukan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah
            Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan struktur sosial di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu kelas pemilik modal. Berkembangnya ekonomi kapitalisme ini didukung oleh sistem kekerabatan antar mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang juga dapat memanfaatkan dukungan politik dari pemerintah. Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal yang tidak mungkin terjadi.
            Dari uraian diatas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk diujal, telah merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak- banyaknya, bersama- sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas.
Kapitalisme tidak hanya merubah cara- cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara bahkan ketingkat antar individu.Sehingga itulah kita mengenal tidak hanya perusahaan- perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi dan swasembada.

2.3. Perspektif Sistem Ekonomi Kapitalisme
2.3.1 Ciri- ciri Sistem Ekonomi Kapitalisme
Ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan kerap muncul di sekitar kita tanpa disadari, diantaranya :
  1. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memiliki faktor-faktor produksi.
  2. Pengakuan yang luas atas hak- hak pribadi dimana Pemilikan alat- alat produksi ditangan individu dan individu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
  3. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar, dimana pasar berfungsi memberikan signal kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga- harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The invisible hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba
  4. Manusia dipandang sebagaai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman yunani kuno (disebut hedonisme)
  5. Peranan modal dalam perekonomian sangat menentukan bagi setiap individu untuk menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga dapat menciptakan efisiensi; Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya. Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba
  6. Peranan pemerintah dalam perekonomian sangat kecil. Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin. Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
  7. Hak milik atas alat-alat produksi dan distribusi merupakan hak milik perseorangan yang dilindungi sepenuhnya oleh negara.
  8. Kegiatan perekonomian selalu berdasarkan keadaan pasar. Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan pembelian.
  9. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).

2.3.2  Kelebihan Sistem Ekonomi Kapitalis
                 Sistem ekonomi kapitalis memiliki kelebihan, diantaranya :
  1. Menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam penyelenggaraan perekonomian, sebab masyarakat diberi kebebasan melakukan segala hal yang terbaik bagi dirinya dalam menentukan kegiatan perekonomian;
  2. Kualitas produk yang dihasilkan menjadi lebih baik, sebab terjadinya persaingan yang ketat
  3. Efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi dapat tercapai dengan baik, sebab tindakan ekonomi yang dilakukan didasarkan kepada motif pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya.

       2.3.3  Kelemahan Sistem Kapitalisme
                 Sistem ekonomi kapitalis memiliki kelemahan, diantaranya :
  1. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan bebas yang monopolistik dan tidak sehat.
  2. Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Terapat kesenjangan yang besar antara pemilik modal dan golongan pekerja sehingga yang kaya lebih kaya dan yang miskin bertambah miskin.
  3. Tidak tertutup kemungkinan munculnya monopoli yang merugikan masyarakat
  4. Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
  5. Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan dikarenakan prinsip yang belaku adalah free fight liberalism, dimana kunci untuk memenangkan persaingan adalah modal;

2.3.4  Kecenderungan Bisnis Dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme dewasa ini adalah : adanya spesialisasi, adanya produksi massa, adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan penelitian.
Negara-negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis  antara lain :
  Benua Amerika : AS, Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, dll.
• Benua Eropa : Austria, Belgia, Kroasia, Cekoslavia, dll.
• Benua Asia : India, Iran, Thailand, Jepang, Filipina, dll.
• Benua Afrika : Mesir, Senegal, Afrika Selatan.
• Kepulauan Oceania : Australia dan Selandia baru.


2.3.5   Dampak Sistem Ekonomi Kapitalis
          
           Studi Kasus: “Krisis Finansial Global”
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat ‘efek domino’ krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS. Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan Washington Mutual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok.
Menurut Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini, resesi sekarang dipicu pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4 triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat kredit macet di sektor perumahan AS. “Ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 945 miliar dolar AS,”. Hal ini menyebabkan sistem perbankan dunia saling enggan mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan mengatasi masalah perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro atau sekitar Rp155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya. Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan swasta terbesar di Belgia, memiliki 85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara, termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu memiliki 49 persen saham Fortis. Fortis akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun lalu kepada pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar Rp486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk. Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford & Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864 triliun. Pemerintah juga harus membayar 18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi penjualan jaringan cabang Bradford & Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan bank terbesar kedua di Eropa. Bradford & Bingley merupakan bank Inggris ketiga yang terkena dampak krisis finansial AS setelah Northern Rock dinasionalisasi Februari lalu dan HBOS yang dilego pemiliknya kepada Lloyds TSB Group.
Dengan menggunakan analisis “stakeholder”, kita dapat melihat bahwa krisis finansial global yang dimulai dari AS, sesungguhnya merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembangunan ekonomi yang berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal secara inheren sektor finansial ini sudah bersifat inflatif, karena mengandalkan keuntungannya pada system riba dan bukan karena produktivitas yang riil (yang disebabkan karena kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi krisis ini, karenanya, jelas dengan memberikan energi yang lebih besar pada sektor riil sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama penasihat ekonominya yang terkenal John Maynard Keynes untuk membangun secara massif infrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar di AS, di tahun 1930-an.
Secara implisit, gambaran di atas juga menunjukkan bahwa tinggi-rendahnya dampak krisis finansial yang terjadi di AS maupun di luar AS, sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pemangku kepentingan atau “stakeholders” tadi. Pemerintah di luar AS bisa saja meminimalisir dampak krisis bila melakukan “imunisasi” atau “proteksi” yang perlu serta mengantisipasinya dengan melakukan pembangunan sector riil dan peningkatan kesejahteraan publik secara massif.
5. Era Pendudukan Jepang

Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.

Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang. Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau 独立準備調査会 (Dokuritsu junbi chōsa-kai?) dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas menyiapkan kemerdekaan.

Latar Belakang
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Tambelang tidak menghendaki melawan beberapa kecamatan sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.

Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.

Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepangmenyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.