SEJARAH EKONOMI INDONESIA
1. Periode
Pra Kolonialisme
Yang dimaksud dengan periode Pra-Kolonialisme adalah
masa – masa berdirinya kerajaan –kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke
– 5) ampai sebelum masa masuknya penjajah yang secara sistematis menguasai
kekuatan ekonomi dan politik di wilayah nusantara (sekitar abad k-15 sampai 17).
Pada masa itu RI belum berdiri. Daerah – daerah umumnya dipimpin oleh kerajaan
– kerajaan.
Indonesia
terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik
dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar
benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan
Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia,
melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai
juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan
Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan
Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
Perdagangan
di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat
kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat
besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia
Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para
bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada
proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh
banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan
uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun
pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya
picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas,
karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam system perdagangan
Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus
diimbangi dengan ekspor atau Impor.logam
mulia.
Kejayaan
suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan
kekayaan kerajaankerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di
Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra
kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat
dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan
sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia.
Dengan
kata lain, system pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama
perekonomian adalah:
–
.Pertanian, umumnya monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah–rempah di
Maluku.
–
.Eksplorasi hasil alam, misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
–
.Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa yang sangat mengandalkan jalur
laut.
Kerajaan-kerajaan
besar yang pernah muncul dalam sejarah Inonesia diantaranya seperti Sriwijaya
(abad ke-8), Majapahit (abad ke 13-15) maupun Banten (abad ke 17-18) merupakan
kerajaan –kerajaan yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi diatas.
Referensi
2.
Sistem Monopoli VOC
Dengan berbagai cara VOC berusaha
menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia serta pelabuhan-pelabuhan penting.
Kecuali itu, juga berusaha memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Bagaimana VOC menjalankan usahanya tersebut? Pertama-tama berusaha menguasai
salah satu pelabuhan penting, yang akan dijadikan pusat VOC. Untuk keperluan
tersebut ia mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan
Kerajaan Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai
adipati di Jayakarta.
3. Monopoli perdagangan
VOC di Indonesia
Mula-mula VOC mendapat izin dari
Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Tetapi ketika
gubernur jenderal dijabat oleh J.P. Coen, Pangeran Wijayakrama diserangnya.
Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta,
J.P. Coen membangun sebuah kota baru. Kota baru itu diberinya nama Batavia.
Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang kemudian menjadi
pusat VOC.
Setelah memiliki sebuah kota sebagai
pusatnya, maka kedudukan VOC makin kuat. Usaha untuk menguasai kerajaan-kerajaan
dan pelabuhan-pelabuhan penting ditingkatkan. Cara melakukannya dengan politik
dividi et impera atau politik mengadu domba. Mengadu dombakan sesama bangsa
Indonesia atau antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Tujuannya agar
kerajaan-kerajaan di Indonesia menjadi lemah, sehingga mudah dikuasainya. VOC
juga sering ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan di
Indonesia.
Untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah, ia memaksakan monopoli, terutama di Maluku. Dalam usahanya
melaksanakan monopoli, VOC menetapkan beberapa peraturan, yaitu sebagai berikut
:
1.
Rakyat Maluku dilarang menjual
rempah-rempah selain kepada VOC.
2.
Jumlah tanaman rempah-rempah
ditentukan oleh VOC.
3.
Tempat menanam rempah-rempah juga
ditentukan oleh VOC.
Agar pelaksanaan monopoli tersebut
benar-benar ditaati oleh rakyat, VOC mengadakan Pelayaran Hongi. Pelayaran
Hongi ialah patroli dengan perahu kora-kora, yang dilengkapi dengan senjata,
untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku. Bila terjadi pelanggaran terhadap
peraturan tersebut di atas, maka pelanggarnya dijatuhi hukuman.
Hukuman terhadap para pelanggar
peraturan monopoli disebut ekstirpasi. Hukuman itu berupa pembinasaan tanaman
rempah-rempah milik petani yang melanggar monopoli, dan pemiliknya disiksa atau
bisa-bisa dibunuh.
Bukan main kejamnya tindakan VOC
waktu itu. Akibatnya penderitaan rakyat memuncak. Puluhan ribu batang tanaman
pala dan cengkih dibinasakan. Ribuan rakyat disiksa, dibunuh atau dijadikan
budak. Ribuan pula rakyat yang melarikan diri meninggalkan kampung halamannya,
karena ngeri melihat kekejaman Belanda.
Tidak sedikit yang meninggal di
hutan atau gunung karena kelaparan. Tanah milik rakyat yang ditinggalkan, oleh
VOC dibagi-bagikan kepada pegawainya. Karena kekejaman tersebut maka timbulah
perlawanan di berbagai daerah.
3. SISTEM TANAM PAKSA “CULTUURSTELSEL”
A. Istilah Tanam Paksa menurut Van den
Bosch.
Sistem
pajak tanah yang mengalami kegagalan dan tidak berhasil meningkatkan produksi
ekspor, mendorong pemerintah Belanda mencari sistem baru untuk menutup keadaan
keuangan negerinya yang parah akibat perang. Gagasan baru yang dicetuskan oleh
Gubernur Jendral Johannes Van den Bosch dinamakan sistem tanam paksa (cultuurstelsel).
Pada hakekatnya, sistem ini merupakan pemulihan sistem eksploitasi berupa
pengerahan-pengerahan wajib yang pernah dilakukan VOC. Peraturan ini
dikeluarkan pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian
tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu,
dan nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan
harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah
kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam
setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Sistem
tanam paksa ini mengharuskan rakyat Jawa untuk membayar mereka dalam bentuk
barang. Van den Bosch mengharapkan pembayaran pajak dalam bentuk natura.
Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan tanaman dagang yang dapat dikirim ke
Belanda untuk dipasarkan.Van den Bosch
mengadakan sistem yang memaksa penduduk tani untuk menanam tanaman perdagangan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengubah sistem pertanian sawah tradisional menjadi
pertanian perdagangan. Dengan demikian kekuasaan pemilik-pemilik sawah
berkurang tetapi kekuasaan kepala desa bertambah karena mereka dipakai Belanda
untuk membantu menjalankan sistem pertanian barat.
Pada
masa tanam paksa, rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor pada tanah-tanah mereka
sendiri, sedangkan rodi serta pekerjaan tanam paksa hanya diwajibkan bagi
penanaman kopi. Sebagai upah atas penanaman itu tidaklah diberikan uang tapi
diberikan pembebasan dari kewajiban membayar pajak tanah yang sangat berat.
Jadi dengan demikian, maka pajak itu tidak dipungut dalam uang, melainkan
berupa in natura. Pajak berupa in natura digunakan, karena
mengingat ekonomi uang di pedalaman Jawa belum berkembang.
B. Pertentangan Tanam Paksa oleh Orang
Belanda
Serangan-serangan
dari orang-orang non-pemerintah mulai gencar dilakukan akibat terjadinya
kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an diGrobogan,
Demak, Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu
bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadappribumi.
Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi liberal menyusun
serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastramunculMultatuli(Eduard Douwes
Dekker), di lapanganjurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan
di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell.
1.
Kritik Kaum
Liberal
Usaha
kaum liberal di Belanda agar tanam taksa dihapuskan telah berhasil pada
tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria,Agrarische Wet.
Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada
penghapusan tanam paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.
Gerakan liberal di
Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang
mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di
Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam
kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak
swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara,
menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta
ketertiban.
UU
ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan
yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanamitanaman
kerassepertikaret,teh,kopi,kelapa sawit, nila, atau untuktanaman
semusimsepertitebudantembakaudalam bentuk sewa jangka pendek.
2.
Kritik Kaum
Humanis
Kondisi
kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik
dari para kaum humanisBelanda. Seorang Asisten Residen
di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker (1820–1887) mengarang bukuMax
Havelaar (1860) atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda yang
menggambarkan penderitaan rakyat akibat tanam paksa dalam kisah Saijah dan
Adinda. Dalam bukunya Douwes Dekker menggunakan nama samaranMultatuli artinya
“aku telah banyak menderita”. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat
petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
Eduard
Douwes Dekker, pejabat Belanda yang pernah menjadi Asisten Residen di Banten.
Ia iba akan penderitaan pribumi akibat tanam paksa.
Seorang
anggota Raad van Indie,C. Th van Deventer membuat tulisan
berjudulEen Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan
Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang
terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah
Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar
pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.
3.
Baron van Hoevell
(1812–1870)
Baron
van Hoevell
Ia
adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam
perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia
akibat tanam paksa. Ia sering melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam
paksa. Setelah pulang ke Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen, ia
semakin gigih berjuang dan menuntut agar tanam paksa dihapuskan.
4.
Fransen van der
Putte (1822-1902)
Fransen
van der Putte
Dia
yang menulis ‘Suiker Contracten’ sebagai bentuk protes terhadap kegiatan tanam
paksa.
C. Peranan Bupati dalam Tanam Paksa
Pada
masa pemerintahan Van den Bosch, posisi dan peranan bupati sama seperti sebelum
Inggris masuk ke Indonesia, hanya saja posisi bupati sebagai pegawai tidak bisa
dihilangkan karena Van den Bosch menerapkan system tanam paksa atau cultuurstelsel.
Setelah Inggris keluar dari Indonesia, semua penguasa feudal tidak lagi
mempunyai kekuasaan penuh tetapi seolah-olah mereka mempunyai seorang pegawai sipil
yang sederajat dengan para bupati. Proses feodalisasi ini juga berakibat dalam
hubungan penguasa pusat dan penguasa daerah.
Van
den Bosch mempunyai tugas yang sangat berat yaitu membantu melunasi
hutang-hutang negara, maka pada tahun 1830 Van den Bosch ditugaskan untuk
meningkatkan produksi tanaman ekspor yang tidak terjadi di dalam sistem pajak
tanah. Ciri utama dari pemerintahan Van den Bosch adalah keharusan dari rakyat
untuk menanam tanaman tertentu. Petani pada saat itu dipaksa untuk menyerahkan
hasil tanaman itu kepada pemerintah Belanda. Di dalam menerapkan sistem tanam
paksa ini Van den Bosch mengharuskan rakyat Parahiyangan untuk menanam kopi.
Bupati pada masa itu hanya ditugaskan untuk mengawasi dan para bupati tersebut
akan diberikan gaji.
Hakikat
dari cultuurstelsel adalah penduduk yang harus membayar tanah
sekaligus sebagai penyedia hasil tanah tersebut, yang harganya setara dengan
pajak tanah. Hal ini mengakibatkan posisi para bupati dikembalikan ke posisinya
yang terdahulu, hal ini bertujuan menggerakkan rakyat, memperbesar produksi
hasil bumi dan menjalankan pekerjaan yang diminta oleh pemerintah. Meskipun
posisinya sedikit berbeda dari yang dahulu tetapi para bupati tersebut tetap
diawasi oleh pemerintah dan dijadikan sebagai pegawai Belanda. Dalam hal ini
secara tidak langsung, Van den Bosch telah menyerahkan pemerintahannya melalui
para bupati itu.
Van
Den Bosch beranggapan bahwa ia perlu menghormati para bupati karena sistem cultuurstelsel
telah menjadikan para bupati tersebut sebagai pelaksana dari sistem ini dan
juga para bupati ditugaskan untuk mengawasi para pribumi. Akan tetapi dari hal
tersebut para bupati banyak yang menyelewengkan hasil yang disetor untuk
pemerintah Belanda sehingga rakyat pribumi semakin menderita. Dengan adanya
sistem tanam paksa ini kekuasaan para bupati semakin bertambah.
Pada
awalnya pemerintah kolonial hanyalah menuntut para bupati untuk mengakui mereka
dengan jaminan para bupati itu harus menjual hasil bumi tertentu kepada
pemerintah kolonial. Akibatnya para bupati dilarang untuk melakukan hubungan
politik dalam perdagangan. Sebagai objek dalam kekuasaannya dan tidak mempunyai
kekuatan, para bupati menerima tuntutan itu, asalkan kekuasaan mereka tetap
seperti dahulu. Bahkan pemerintah kolonial membiarkan para bupati untuk tetap
memiliki hak-hak istimewa mereka. Para bupati seakan-akan mendapat perlindungan
dari pemerintah kolonial, maka dari itu para bupati memilki otoritas yang penuh
dan memerintah daerahnya secara otoriter. Bahkan sistem pemerintahan dan gaya
hidup bupati pada masa Van den Bosch tetap seperti raja-raja Jawa, cara mereka
berpakaian pun sudah mengikuti tatacara keraton. Para bupati tersebut banyak
berpengaruh di dalam kelangsungan hidup dari pemerintah kolonial yaitu bupati
lah yang menyerahkan sendiri hasil tanaman wajib kepada pemerintah kolonial.
Tugas
bupati pada saat pemerintahan Van den Bosch yaitu :
1.
Melaksanakan
penanaman kopi,kapas, nila dan lain-lain;
2.
Setiap tahun
harus menyerahkan hasil panen kepada pemerintah kolonial;
3.
Bertanggung jawab
atas jumlah hasil panen dan menyerahkan hasil panen tersebut;
4.
Memelihara
keamanan dan ketertiban di daerah yang diperintahnya;
5.
Melaksanakan
sensus penduduk setiap tahunnya.
Politik
yang dijalankan Van den Bosch berhasil, para bupati berusaha untuk
menggerakkan rakyat untuk menanam tanaman wajib. Untuk menjamin bahwa para
bupati melaksanakan tugas mereka dengan baik, maka pemerintah kolonial
memberikan mereka tambahan finansial yang disebut cultuurprocenten,
yang diberikan kepada para bupati disamping mereka menerima gaji setiap
bulannya. Cultuurprocenten adalah presentase tertentu dari jumlah
penjualan tanaman ekspor yang diberikan oleh para bupati jika mereka mencapai
target produksi yang dibebankan.
Akan
tetapi sistem yang dilaksanakan oleh Van den Bosch sangat merugikan rakyat
pribumi. Hal ini berbanding terbalik dengan para bupati yang diuntungkan oleh
pemerintahan kolonial karena para bupati dapat memperoleh hak-hak mereka
kembali sebagai bupati meskipun mereka harus dijadikan pegawai pemerintah
kolonial dan mendapat gaji. Sistem tanam paksa sangat menguntungkan pemerintah
kolonial serta posisi dan peranan bupati juga sangat penting bagi pemerintah
kolonial.
Sebutan
untuk para bupati ini bermacam-macam, ada Adipati, Tumenggung, Residen, Menak
dan Sentana (di Jawa Barat). Orang-orang Barat sendiri menyebut mereka dengan
Regent.
D. Jenis Tanaman Yang Harus Ditanam Petani
dalam Tanam Paksa
Apabila
ditinjau dari luas tanah, tanah yang disediakan untuk tanam paksa diambil
sebagai presentase dari seluruh luas tanah pertanian di Jawa, tidak begitu
besar. Di daerah penanaman gula di Jawa luas tanah seluruhnya berjumlah 483.000
bahu, kurang lebih 40.500 bahu digunakan untuk penanaman gula. Tanah sawah yang
disediakan untuk penanaman gula hanya merupakan 1/12 dari seluruh tanah rakyat
di daerah gula di Jawa. Tanah yang digarap untuk tanaman kopi hanya sebagian
kecil saja untuk seluruh Jawa hanya 6% (tahun 1840) dan 4% (tahun 1850). Angka
tertinggi untuk Bagelen dan Pekalongan 15% dari tanahnya untuk tanaman kopi.
Angka invetasi tenaga kerja sangat besar. Van Niel memperkirakan pada tahun
1837 – 1851 lebih dari 70%. Keluarga petani menghasilkan komoditi ekspor, lebih
dari separuhnya untuk kopi. Dikebanyakan tempat kopi benar-benar merupakan
hasil terbesar, tapi di Pekalongan, Tegal, Jepara, Madiun, Pasuruan, dan
Surabaya yang jadi komoditi utama adalah gula.
Tanaman
yang dipaksakan pada sistem ini digolongan menjadi dua kategori, yaitu tanaman
tahunan yang dapat ditanam di sawah bergiliran dengan padi, seperti tebu, nila,
tembakau. Tanaman yang kedua adalah tanaman keras yaitu tanaman yang berumur
panjang, seperti kopi, teh, lada serta kayu manis.
Tanaman
terpenting yang ditanam selama sistem tanam paksa adalah kopi. Kopi merupakan
komoditi yang selalu sangat menguntungkan dan komoditi ini merupakan jenis
komoditi terakhir yang dihapus ketikacultursteelsel berakhir. Selain
kopi ada dua komoditi lain yaitu gula dan nila, pentingnya ketiga tanaman ini
tidak hanya dari luas tanah yang disediakan tetapi juga dari jumlah orang yang
terlibat dalam penanaman. Terdapat suatu perbedaan dalam dampak dari penanaman
kopi daripada tanaman gula dan nila. Jika kopi ditanam di tanah yang belum
digarap oleh rakyat untuk pertanian, maka gula dan nila yang ditanam di tanah yang
belum pernah digarap itu. Dengan demikian maka secara relatif penanaman kopi
membawa pengaruh begitu mendalam atas kehidupan masyarakat petani dibanding
dengan penanaman gula dan nila.
Tanaman
dagangan utama dalam sistem tanam paksa adalah gula dan kopi. Jika dilihat dari
luas tanah yang diperlukan untuk penanaman kedua tanaman ini, jumlah tenaga
yang dipekerjakan, laba yang diperoleh dari penjualan kedua tanaman ini di
pasaran ekspor, dan dampak atas masyarakat petani di Jawa. Gula merupakan
tanaman musiman, dan kopi merupakan tanaman tahunan, maka kedua tanaman ini
merupakan contoh yang baik sekali untuk meneliti sampai seberapa jauh terdapat
perbedaan antara dampak tanaman ini atas masyarakat petani. Seperti halnya
padi, maka gula memerlukan tanah yang diirigasi, dengan demikian dapat
dimengerti bila tanah sawah digunakan penanam tebu. Para pemilik sawah harus
menyerahkan sebagian dari sawah-sawahnya untuk penanaman tebu menurut skema
rotasi tertentu dengan penanaman padi. Untuk setiap desa ditentukan bagian luas
tanah yang harus diserahkan untuk penanaman tebu. Disamping itu, penduduk desa
diharuskan melakukan pekerjaan wajib seperti menanam, memotong, mengangkut tebu
ke pabrik-pabrik gula dan bekerja di pabrik tersebut. Pengerahan tenaga untuk
mengerjakan tanam paksa tidak jarang melampaui batas seperti misalnya rakyat
diperintahkan untuk pergi jauh dari desanya untuk
mengerjakan tanaman kopi di daerah yang baru dibuka. Sedang penanaman
tebu membawa beban yang sangat berat bagi rakyat karena menuntut pengolahan
tanah yang intensif, pengairan, dan pemeliharaan. Tetapi ada segi positifnya
ketika waktu panen datang meskipun banyak makan waktu dan tenaga, tetapi dari
hal itu industri gula banyak menciptakan kesempatan kerja dan rakyat memperoleh
tambahan pendapatan.
Dalam
lingkungan tradisional, tenaga rakyat pedesaan terserap dalam berbagai ikatan,
baik dari desa maupun yang feodal. Permintaan akan tenaga bebas baru timbul
dengan adanya pendirian pabrik-pabrik tempat memproses hasil tanaman terutama
tebu. Pada awalnya industri gula mengalami banyak kesulitan antara lain soal
transportasi yang terasa amat membebani rakyat bila harus memikulnya.
Pemerintah Hindia-Belanda terpaksa menaikan harga jual agar pemilik pabrik
bersedia mengusahakan sendiri pengangkutan lewat pasar bebas. Disinilah mulai
dibuka lapangan pekerjaan bebas bagi rakyat antara lain dengan menyewakan
pedati, menjadi buruh di pabrik, dan sebagainya. Pembayaran plantloon(upah
tanam) dapat dipandang sebagai penukaran tenaga dengan uang, suatu langkah
pembebasan tenaga dari ikatan tradisional.
E. Pandangan Van Hoevell Terhadap Kebijakan
Tanam Paksa
Dalam
Reis over Java, Madura en Bali, in het midden van 1847, van Hoevell memberikan
perhatian pada penanaman paksa, monopoli garam pemerintah dan kurangnya
perhatian pemerintah pada pertanian asli. Mengenai sewa tanah, van Hoevell
mengamati dengan tepat bahwa kepercayaan akan suatu desa dibebaskan dari sewa
tanah hanya dengan menanami seperlima tanah dengan tanaman dagang ekspor adalah
suatu penafsiran keliru.
Sudah
jelas bahwa, van Hoevell sangat menentang sistem tanam paksa ini, ia menganggap
bahwa pemerintah Belanda sudah keterlaluan dalam mengeksploitasi pribumi demi
kepentingan sendiri. Ia mengecam tindakan ini dengan sangat keras, terutama
ketika ia masuk ke dalam parlemen. Ia menuntut pemerintah Belanda memperhatikan
kesejahteraan pribumi, atau bisa dikatakan politik etis (balas budi). Meskipun
ia menentang sistem tanam paksa ini, ia sadar bahwa di sisi lain, di beberapa
daerah kemakmuran rakyat pribumi sudah tercapai ketika penerapan sistem ini.
Meski begitu, hanya beberapa daerah saja, tidak semuanya mengalami hal
tersebut.
F. Keuntungan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan
sistem tanam paksa di Indonesia (1830-1870) bagi Belanda dapat menghapuskan
hutang-hutang internasionalnya, bahkan menjadikannya sebagai pusat perdagangan
dunia untuk komoditi tropis. Dari pernyataan tersebut kita dapat mengetahui
betapa pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia ini telah memberikan
keuntungan yang melimpah bagi Belanda, namun tidak halnya bagi masyarakat
Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, sistem tanam paksa telah menimbulkan
berbagai akibat pada masyarakat pedesaan utamanya berkaitan dengan hak
kepemilikan tanah dan ketenagakerjaan. Meskipun demikian, pelaksaan sistem
tanam paksa sedikit banyak juga telah memberikan nilai-nilai positif bagi
masyarakat di pedesaan.
Dalam
tanam paksa, jenis tanaman wajib yang diperintahkan untuk ditanam adalah kopi,
tebu, dan indigo. Dengan diperkenalkannya tanaman-tanaman ekspor ini maka
masyarakat dapat mengetahui tanaman apa saja yang bernilai jual tinggi di
pasaran internasional. Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat tradisional
tentang tanaman ekspor, maka tentunya etos kerja masyarakat akan mengalami
peningkatan. Sistem tanam paksa dapat diibaratkan sebagai 1 keping uang logam,
disatu sisi pelaksanannya telah memunculkan satu kerugian bagi masyarakat
pedesaan Indonesia, namun disisi lain sistem tanam paksa juga memberikan dampak
positif bagi masyarakat Indonesia.
Dampak
positif dari sistem tanam paksa itu sendiri dapat dijabarkan sebagaimana
berikut:
1.
Belanda
memerintahkan rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai jual untuk
diekspor Belanda. Dengan ini rakyat mulai mengenal tanaman ekspor seperti kopi,
nila, lada, dan tebu;
2.
Diperkenalkannya
mata uang secara besar-besaran sampai lapisan terbawah masyarakat Jawa;
3.
Perluasan
jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup
masyarakat Indonesia, melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri,
tetapi hal ini menciptakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan
pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
uang;
4.
Berkembangnya
industialisasi di pedesaan.
Keuntungan-keuntungan
yang dihasilkan oleh sistem tanam paksa ini terjadi di beberapa daerah,
misalnya:
1.
Pasuruan, laporan
dari residen menyatakan bahwa ada peningkatan perdagangan lokal, peningkatan
peredaran uang, laba besar yang diperoleh dari budidaya yang dipaksakan,
meluasnya kesempatan kerja, penyempurnaan sarana perumahan dan sandang,
masuknya pajak secara penuh dan dalam waktu singkat dan aneka indikator
mengenai munculnya wiraswasta pribumi.
2.
Besuki, adanya
kemakmuran penduduk yang terus meningkat, sejumlah uang beredar dalam jumlah
yang cukup banyak sebagai akibat dari pembayaran tenaga kerja, begitu juga di
Surabaya.
3.
Kedu, Bagelen,
Kediri dan Madiun, terjadi peningkatan ekonomi serta kesejahteraan.
4.
Cirebon,
mengalami kemakmuran yang luar biasa, meski juga terjadi kelaparan
5. Semarang, pada 1851, setelah pulihnya bahaya kelaparan
tahun 1840-an akan menjadi karesidenan termakmur.
DAFTAR
PUSTAKA
Bachri, Saiful.
2005. Sejarah Perekonomian. Surakarta: UNS Press
4.Pengertian
Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalis berasal dari kata capital, secara
sederhana dapat diartikan sebagai ‘modal’. Didalam sistem kapitalis, kekuasaan
tertinggi dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik
modal dalam suatu perusahaan merupakan para pemegang saham.
Sistem ekonomi kapitalis adalah
sistem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian
besar dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan
produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.
Sistem perekonomian kapitalis
merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang
untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual
barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian kapitalis setiap
warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang
bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas
melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas
Tokoh yang mempopulerkan sistem
ekonomi Kapitalis adalah Adam Smith. Bukunya yang terkenal berjudul An Inquiry
into the Nature and Causes of the Wealth of Nation. Adam Smith menyatakan bahwa
“perekonomian akan berjalan dengan baik apabila pengaturannya diserahkan kepada
mekanisme pasar atau mekanisme harga”. Teori ini kemudian dikenal dengan
sebutan The Invisible Hands. Sistem ekonomi Kapitalis merupakan suatu tata cara
pengaturan kehidupan perekonomian yang didasarkan kepada Mekanisme pasar yaitu
interaksi antara permintaan dan penawaran suatu barang yang kegiatannya
tergantung pada kekuatan modal yang dimiliki oleh setiap individu.
2.2. Lahirnya Ekonomi Kapitalis
Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah topik menarik
untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai sebuah solusi untuk melakukan
pembangunan di negara terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh
Wallerstein merupakan keberlanjutan pemikiran Frank dengan teori
depensasinya.Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu pada model yaang
dikenal oleh Adam Smith.
Menurut A Smith, pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat memiliki kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja,
pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan mode
produksi menjadi sektor pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin
berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode
produksi yang berbeda.
Inti pemikiran Adam Smith adalah
bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan
pemerintah dan perdagangan bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui
tangan- tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi
kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga
kerja, pedagang bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh
mencampurinya, karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil.
Karenanya pemerintah harus menjadi penoton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung
siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan.
Tangan- tangan tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana semua bekerja secara
adil, secara fair.
Kenyataan yang terjadi dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa
pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta
spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa serta
spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan produktivitas
yang dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar
Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu
menguasai sumber daya vital dan menggunakannya untuk keuntungan
maksimal.Maksimalisasi keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah,
karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling mudah direkayasa
dibandingkan modal dan tanah.
Kapitalisme pada awalnya berkembang
bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan eksploitasi kepada kaum
petani kecil. Negara terbelakang merupakan penghasil barang mentah terutama
dalam sektor pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak
adil, dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif
murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem perdagangan
menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan
bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung. Perkembangan selanjutnya
telah melahirkan industri baru yang memerlukan spesialisasi tenaga kerja.
Kapitalisme
yang menitikberatkan pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi
membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini
sangat sulit terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan
tenaga kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil
dikuasai oleh negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja padaa negara
pinggiran merupakan keuntugan bagi negara pusat untuk melakukan eksploitasi.
Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada negara
pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah
Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan struktur sosial
di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru
di negara terbelakang yaitu kelas pemilik modal. Berkembangnya ekonomi
kapitalisme ini didukung oleh sistem kekerabatan antar mereka. Kelas borjuis di
negara terbelakang juga dapat memanfaatkan dukungan politik dari pemerintah.
Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya
perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat
menjadi hal yang tidak mungkin terjadi.
Dari uraian diatas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya hanyalah
perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk diujal,
telah merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak- banyaknya,
bersama- sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi,
dan pasar bebas.
Kapitalisme tidak hanya merubah
cara- cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala
aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar
negara bahkan ketingkat antar individu.Sehingga itulah kita mengenal tidak
hanya perusahaan- perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan
bentuk negara.
Upaya untuk memerangi kapitalisme
bukan dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi dan
swasembada.
2.3. Perspektif Sistem Ekonomi
Kapitalisme
2.3.1 Ciri- ciri Sistem Ekonomi
Kapitalisme
Ada beberapa ciri kapitalisme yang
perlu kita perhatikan dan kerap muncul di sekitar kita tanpa disadari,
diantaranya :
- Setiap individu memiliki kebebasan untuk memiliki
faktor-faktor produksi.
- Pengakuan yang luas atas hak- hak pribadi dimana
Pemilikan alat- alat produksi ditangan individu dan individu bebas memilih
pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
- Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar, dimana pasar
berfungsi memberikan signal kepada produsen dan konsumen dalam bentuk
harga- harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The
invisible hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang
menggerakkan perekonomian mencari laba
- Manusia dipandang sebagaai mahluk homo-economicus, yang
selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham individualisme didasarkan
materialisme, warisan zaman yunani kuno (disebut hedonisme)
- Peranan modal dalam perekonomian sangat menentukan bagi
setiap individu untuk menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga dapat
menciptakan efisiensi; Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja
untuk meningkatkan keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber
produksi dan pekerjanya. Sehingga modal kapitalis seringkali
diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba
- Peranan pemerintah dalam perekonomian sangat kecil.
Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin.
Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan
kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
- Hak milik atas alat-alat produksi dan distribusi
merupakan hak milik perseorangan yang dilindungi sepenuhnya oleh negara.
- Kegiatan perekonomian selalu berdasarkan keadaan pasar.
Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan
pembelian.
- Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan
pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
2.3.2 Kelebihan Sistem Ekonomi
Kapitalis
Sistem ekonomi kapitalis memiliki kelebihan, diantaranya :
- Menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam
penyelenggaraan perekonomian, sebab masyarakat diberi kebebasan melakukan
segala hal yang terbaik bagi dirinya dalam menentukan kegiatan
perekonomian;
- Kualitas produk yang dihasilkan menjadi lebih baik,
sebab terjadinya persaingan yang ketat
- Efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi dapat
tercapai dengan baik, sebab tindakan ekonomi yang dilakukan didasarkan
kepada motif pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya.
2.3.3 Kelemahan Sistem Kapitalisme
Sistem ekonomi kapitalis memiliki
kelemahan, diantaranya :
- Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan
bebas yang monopolistik dan tidak sehat.
- Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin
miskin. Terapat kesenjangan yang besar antara pemilik modal dan golongan
pekerja sehingga yang kaya lebih kaya dan yang miskin bertambah miskin.
- Tidak tertutup kemungkinan munculnya monopoli yang
merugikan masyarakat
- Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena
kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
- Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena
persaingan bebas tersebut. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan
dikarenakan prinsip yang belaku adalah free fight liberalism, dimana kunci
untuk memenangkan persaingan adalah modal;
2.3.4 Kecenderungan Bisnis
Dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat
dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam
kapitalisme dewasa ini adalah : adanya spesialisasi, adanya produksi massa,
adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan penelitian.
Negara-negara yang menganut sistem
ekonomi kapitalis antara lain :
Benua Amerika : AS,
Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, dll.
• Benua Eropa : Austria, Belgia, Kroasia, Cekoslavia, dll.
• Benua Asia : India, Iran, Thailand, Jepang, Filipina, dll.
• Benua Afrika : Mesir, Senegal, Afrika Selatan.
• Kepulauan Oceania : Australia dan Selandia baru.
2.3.5 Dampak Sistem
Ekonomi Kapitalis
Studi Kasus: “Krisis Finansial Global”
Interkoneksi sistem bisnis global
yang saling terkait, membuat ‘efek domino’ krisis yang berbasis di Amerika
Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh
penjuru dunia. Tak terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari
krisis subprime mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS.
Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan
Washington Mutual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan
kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok.
Menurut Direktur Pelaksana IMF
Dominique Strauss-Kahn di Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini,
resesi sekarang dipicu pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat
kerugian sekitar 1,4 triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat
kredit macet di sektor perumahan AS. “Ini lebih tinggi dari perkiraan
sebelumnya sebesar 945 miliar dolar AS,”. Hal ini menyebabkan sistem perbankan
dunia saling enggan mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi
perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter Internasional
(IMF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan yang lebih
besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua kuartal
berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah
menjadi korban, sehingga pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan
mengatasi masalah perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda
menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro atau
sekitar Rp155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya.
Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan swasta terbesar di
Belgia, memiliki 85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara,
termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu memiliki 49 persen saham Fortis.
Fortis akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun lalu kepada
pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya
menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan
rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar
Rp486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk.
Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford &
Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864 triliun.
Pemerintah juga harus membayar 18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi
penjualan jaringan cabang Bradford & Bingley kepada Santander, bank Spanyol
yang merupakan bank terbesar kedua di Eropa. Bradford & Bingley merupakan
bank Inggris ketiga yang terkena dampak krisis finansial AS setelah Northern
Rock dinasionalisasi Februari lalu dan HBOS yang dilego pemiliknya kepada
Lloyds TSB Group.
Dengan menggunakan analisis
“stakeholder”, kita dapat melihat bahwa krisis finansial global yang dimulai
dari AS, sesungguhnya merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembangunan
ekonomi yang berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang
berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal secara inheren sektor
finansial ini sudah bersifat inflatif, karena mengandalkan keuntungannya pada
system riba dan bukan karena produktivitas yang riil (yang disebabkan karena
kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi krisis
ini, karenanya, jelas dengan memberikan energi yang lebih besar pada sektor
riil sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama penasihat
ekonominya yang terkenal John Maynard Keynes untuk membangun secara massif
infrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar di AS, di tahun
1930-an.
Secara implisit, gambaran di atas
juga menunjukkan bahwa tinggi-rendahnya dampak krisis finansial yang terjadi di
AS maupun di luar AS, sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pemangku
kepentingan atau “stakeholders” tadi. Pemerintah di luar AS bisa saja
meminimalisir dampak krisis bila melakukan “imunisasi” atau “proteksi” yang
perlu serta mengantisipasinya dengan melakukan pembangunan sector riil dan
peningkatan kesejahteraan publik secara massif.
5. Era Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai
pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus
1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Pada Mei 1940, awal Perang
Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia
Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor
untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi
dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara
di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi
dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda.
Pasukan Belanda yang terakhir
dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di
Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status
sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks,
penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya.
Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam
penguasaan Jepang. Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan kemerdekaan
yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau 独立準備調査会 (Dokuritsu
junbi chōsa-kai?) dalam bahasa
Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan
membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas
menyiapkan kemerdekaan.
Latar Belakang
Bulan Oktober 1941,
Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe
Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir
tahun 1940, pimpinan militer Tambelang tidak menghendaki melawan beberapa
kecamatan sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat,
bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus
dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia
Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi,
yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk
keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima
Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu
mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi
Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10
kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal
pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat
tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak
serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang
secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di
kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut
yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu
penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan
dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11
Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur.
Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo
memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941,
360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah
pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl
Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6
kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180
pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari
1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada
saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941,
Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap
gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia.
Tujuan Jepangmenyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk
menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi
perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai
pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara,
dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.